Mei 16, 2025

Menjaga Marwah Netralitas: Ujian Awal KPU Bangka dalam Menyikapi Deklarasi Dini Pilkada Ulang

0
IMG-20250516-WA0059

BangkaBelitung,viralperistiwa.com-Tindakan Andi Kusuma yang melakukan deklarasi di Kantor KPU sebelum masa pendaftaran resmi dibuka memang dapat dianggap sebagai bentuk curi start kampanye, yang melanggar prinsip keadilan dan netralitas dalam tahapan pemilu.

 

Berikut ini bagaimana seharusnya KPU bersikap dan bertindak:

1. Menegur secara tertulis

KPU dapat memberikan teguran tertulis kepada pihak yang bersangkutan karena melakukan aktivitas politik di area yang seharusnya netral. Kantor KPU bukan tempat deklarasi atau kampanye, melainkan tempat administrasi penyelenggaraan pemilu.

 

2. Koordinasi dengan Bawaslu

Karena pelanggaran semacam ini masuk dalam ranah pengawasan, KPU wajib melaporkannya kepada Bawaslu untuk ditindaklanjuti. Bawaslu yang berwenang menilai apakah tindakan tersebut merupakan pelanggaran kampanye di luar jadwal.

 

3. Penegasan Netralitas KPU

KPU perlu segera memberikan klarifikasi ke publik bahwa:

– Deklarasi tersebut bukan bagian dari kegiatan resmi KPU.

– KPU tetap netral dan tidak mendukung calon mana pun sebelum masa pendaftaran dan penetapan calon.

4. Meningkatkan Pengawasan Aktivitas Calon

Setelah kejadian ini, KPU dan Bawaslu seharusnya memperketat pengawasan terhadap seluruh bakal calon untuk mencegah kejadian serupa, agar proses pilkada ulang berjalan adil dan setara.

 

Jika dibiarkan tanpa respon, masyarakat bisa menilai bahwa KPU tidak netral atau membiarkan pelanggaran etika pemilu yang akan mencoreng integritas proses pilkada ulang.

 

Deklarasi politik bakal calon kepala daerah, Andi Kusuma, yang digelar di Kantor KPU Bangka sebelum masa pendaftaran resmi Pilkada Ulang 2025 membuka ruang diskusi publik tentang prinsip netralitas penyelenggara pemilu. Padahal, masa pendaftaran pasangan calon belum dibuka sesuai tahapan yang diatur oleh KPU RI.

 

Fakta tersebut mengundang kekhawatiran akan pelanggaran prinsip keadilan pemilu dan berpotensi mencoreng integritas penyelenggara, khususnya KPU Kabupaten Bangka yang mana sebagai institusi independen, KPU harus mengambil sikap tegas agar tidak terkesan membiarkan “curi start” kampanye oleh pihak tertentu.

Kajian Hukum :

1. Prinsip Netralitas Penyelenggara Pemilu

Berdasarkan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945, pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Lebih lanjut, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mewajibkan penyelenggara pemilu, termasuk KPU, bersikap independen dan netral.

 

2. Larangan Kampanye di Luar Jadwal

Sesuai Pasal 280 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017, kampanye hanya boleh dilakukan pada masa yang telah ditetapkan. Segala bentuk aktivitas yang mengandung unsur ajakan memilih, termasuk deklarasi publik, dilarang dilakukan di luar jadwal kampanye.

 

3. KPU Sebagai Penjaga Etika Demokrasi

KPU berkewajiban menjaga kesetaraan semua bakal calon. Kantor KPU bukan tempat yang dapat digunakan untuk kegiatan deklarasi politik, karena mengancam prinsip netralitas institusi. Diamnya KPU terhadap penggunaan ruang dan simbol kelembagaan untuk kegiatan satu pihak, berisiko menciptakan persepsi publik yang negatif dan menciderai asas keadilan pemilu.

 

Sikap yang Seharusnya Ditempuh KPU Bangka:

1. Memberikan klarifikasi terbuka bahwa KPU tidak terlibat dalam kegiatan deklarasi tersebut.

2. Menegur tertulis pihak yang melakukan deklarasi di area KPU.

3. Berkoordinasi dengan Bawaslu untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kampanye di luar jadwal.

4. Meningkatkan pengawasan internal dan pengamanan lingkungan KPU dari penyalahgunaan simbol dan fasilitas negara.

 

Momen Pilkada Ulang 2025 di Kabupaten Bangka adalah kesempatan emas untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi yang adil dan bermartabat.

 

KPU sebagai pilar utama penyelenggaraan pemilu harus menunjukkan ketegasan dan integritasnya sejak awal karena netralitas bukan sekadar sikap diam, melainkan keberanian menegakkan aturan untuk semua pihak secara setara.

 

Jika KPU Bangka tidak mengambil sikap tegas terhadap deklarasi dini oleh Andi Kusuma di kantor KPU, maka akan timbul sejumlah konsekuensi serius, baik dari aspek hukum, etika, maupun kepercayaan publik.

 

Berikut adalah dampak dan analisisnya:

1. Terganggunya Netralitas dan Kredibilitas KPU

Diamnya KPU dapat diartikan sebagai pembiaran atau bahkan keberpihakan terselubung. Publik akan menilai KPU tidak menjalankan prinsip netralitas dan keadilan pemilu, yang dapat merusak kepercayaan pemilih terhadap proses Pilkada Ulang.

Pasal 9 huruf a UU No. 7 Tahun 2017: “Penyelenggara pemilu wajib bersikap jujur, adil, dan netral.”

 

2. Potensi Sengketa Pemilu dan Delegitimasi Hasil Pilkada

Jika calon lain merasa dirugikan oleh “curi start” kampanye yang dibiarkan oleh KPU, maka bisa timbul sengketa hasil pilkada. Bila Pilkada tetap berjalan tanpa tindakan korektif, maka hasil akhirnya bisa dianggap cacat legitimasi karena proses awalnya sudah dipenuhi pelanggaran yang tidak ditindak.

 

3. KPU Bisa Dikenai Sanksi Etik atau Administratif

Jika terbukti lalai dalam menjaga netralitas, anggota KPU Bangka bisa dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) untuk diperiksa atas dugaan pelanggaran etik. DKPP pernah memberhentikan atau memberi sanksi berat kepada KPU daerah yang membiarkan pelanggaran proses pemilu.

Contoh yurisprudensi DKPP: Ada KPU daerah yang dijatuhi peringatan keras karena membiarkan baliho calon tertentu terpasang di dekat kantor KPU tanpa tindakan.

 

4. Menguatkan Kecurigaan terhadap Politisasi Kelembagaan

Deklarasi di kantor KPU bisa dipersepsikan sebagai bagian dari politik simbolik, yang mencoba menggiring opini bahwa KPU “berada di pihak” calon tersebut. Jika tidak ada tindakan, persepsi ini bisa menjadi keyakinan publik, yang memperparah ketegangan politik lokal.

 

5. Menciptakan Ketimpangan Kompetisi Politik

Bakal calon lain merasa diperlakukan tidak adil karena ada calon yang bermanuver lebih awal dan menggunakan ruang KPU, sementara mereka patuh pada jadwal resmi. Ini bisa menghambat partisipasi dan menyuburkan apatisme publik terhadap pemilu.

 

Ketika penyelenggara pemilu memilih diam, maka mereka secara tidak langsung ikut melanggengkan pelanggaran.

 

Dalam demokrasi, netralitas bukan hanya prinsip, tetapi tindakan nyata. Jika KPU Bangka tidak segera bersikap, maka bukan hanya proses Pilkada yang tercoreng, tetapi marwah kelembagaan pemilu itu sendiri yang dipertaruhkan.

 

Pelanggaran kode etik oleh KPU terkait deklarasi dini calon di kantor KPU, seperti kasus Andi Kusuma, bisa dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip penyelenggara pemilu, khususnya terkait:

A. Bentuk Pelanggaran Kode Etik oleh KPU

1. Pembiaran Pelanggaran di Lingkungan KPU

Jika KPU tidak mencegah atau membatasi kegiatan deklarasi politik oleh bakal calon di halaman atau area institusi mereka, maka itu melanggar prinsip:

– Integritas (tidak menjaga netralitas institusi).

– Profesionalitas (tidak bertindak sesuai regulasi tahapan pemilu).

– Independensi (membiarkan simbol KPU digunakan untuk kepentingan satu pihak).

Pasal 6 huruf c dan e Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017:

“Penyelenggara Pemilu wajib menjaga netralitas dan mencegah segala bentuk penggunaan fasilitas negara dan institusi penyelenggara untuk kepentingan peserta pemilu.”

 

2. Tidak Menindak Pelanggaran Kampanye di Luar Jadwal

Jika KPU membiarkan kegiatan seperti ini tanpa koordinasi dengan Bawaslu, maka mereka telah melanggar asas pencegahan dini dan pengawasan internal, yang menjadi bagian dari tugas etik.

 

B. Konsekuensi Etik bagi Anggota KPU

Jika pengaduan terbukti valid, maka DKPP dapat menjatuhkan sanksi etik kepada anggota KPU Bangka, seperti:

– Peringatan tertulis

– Peringatan keras

– Pemberhentian sementara atau tetap, jika terbukti ada keberpihakan aktif

Yurisprudensi DKPP banyak mencatat kasus serupa:

Contohnya, dalam perkara DKPP No. 52-PKE-DKPP/VI/2020, anggota KPU diberi peringatan keras karena tidak menindak pelanggaran kampanye di area netral.

 

C. Mengapa Ini Sangat Penting

KPU bukan hanya pengatur tahapan teknis, tetapi simbol keadilan pemilu. Sekali institusi ini dianggap tidak netral, maka:

– Legitimasi proses pemilu terganggu.

– Kepercayaan publik runtuh.

– Potensi sengketa hasil akan meningkat.

 

Jika KPU Bangka diam dan tidak bersikap tegas terhadap deklarasi dini di area mereka, maka mereka telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu, terutama dalam menjaga netralitas, profesionalitas, dan integritas.

 

Pengaduan ke DKPP sangat tepat dilakukan untuk menjaga marwah pemilu yang adil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *