Juni 9, 2025

Kebebasan Pers Tak Berarti Bebas Sebebas- Bebasnya: Etika dan Hukum Tetap Mengikat Jurnalis

0
IMG-20250609-WA0015

BangkaBelitung,Viralperistiwa.com-Opini oleh _Hermalia Juliati_Bangka Belitung, 9 Juni 2025 – Profesi jurnalis atau wartawan merupakan pilar penting dalam menjaga demokrasi dan kebebasan berekspresi di Indonesia. Melalui pemberitaan yang objektif dan akurat, jurnalis memainkan peran strategis dalam memberikan informasi kepada publik. Namun, di balik kebebasan pers yang dijamin undang-undang, para jurnalis tetap terikat oleh kode etik dan aturan hukum yang berlaku.

 

Jurnalis merupakan orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, seperti mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa. Peran utama jurnalis adalah menyampaikan informasi yang benar, akurat, dan berimbang kepada masyarakat.

 

Selain menyampaikan informasi, jurnalis juga memiliki fungsi kontrol sosial, edukatif, hiburan, serta menjadi penyambung suara masyarakat kepada pengambil kebijakan. Namun, dalam menjalankan fungsinya, jurnalis tidak dapat bertindak semaunya sendiri. Dalam menjaga profesionalisme, jurnalis wajib menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) yang ditetapkan oleh Dewan Pers. Beberapa prinsip utama dalam kode etik tersebut antara lain:

Akurat dan Berimbang – Berita yang ditulis harus berdasarkan fakta dan tidak mengandung prasangka.

Profesional – Jurnalis harus menggunakan cara-cara yang etis dan tidak melanggar hukum dalam memperoleh informasi.

Tidak Mencampur Fakta dan Opini – Informasi faktual tidak boleh dicampur adukkan dengan opini pribadi.

Menghormati Privasi dan Tidak Diskriminatif – Jurnalis dilarang menulis berita yang mengandung unsur SARA, kebencian, atau fitnah.

Hak Jawab dan Koreksi – Jika terdapat kesalahan dalam berita, jurnalis wajib memberikan ruang klarifikasi.

 

Kode etik ini inilah yang menjadi pengingat bahwa kebebasan pers juga dibatasi oleh tanggung jawab etis terhadap masyarakat.

 

Selain itu, penting diingat bahwa jurnalis bukan sosok yang kebal hukum. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memang melindungi kebebasan pers, tetapi perlindungan ini bukan tameng bagi penyalahgunaan. Jika menyebarkan hoaks, memfitnah, atau menebar kebencian, maka hukum pidana tetap bisa menjeratnya.

Landasan hukum utama profesi wartawan di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Undang-undang ini menegaskan kebebasan pers sebagai hak asasi warga negara. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan bahwa “Pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.”

 

UU ini juga mengatur tentang hak tolak, yaitu hak wartawan untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber yang tidak ingin disebutkan, serta hak jawab bagi siapa pun yang merasa dirugikan oleh pemberitaan.

 

Jurnalis dalam membuat berita tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada tahapan yang harus diikuti seorang jurnalis, antara lain:

Pencarian Fakta (Reportase) – Mengumpulkan data langsung dari sumber di lapangan.

Wawancara – Mendapatkan informasi dari narasumber terpercaya dan relevan.

Verifikasi Fakta – Memastikan kebenaran informasi dari berbagai sudut pandang.

Penulisan Berita – Menyusun fakta dalam struktur 5W + 1H (What, Who, When, Where, Why, How).

Editing dan Publikasi – Berita di edit untuk memastikan tidak ada kesalahan teknis maupun etika sebelum dipublikasikan.

Berita yang baik harus objektif, berimbang, dan tidak mengandung unsur hoaks, fitnah, atau provokasi.

 

Konfirmasi dalam dunia jurnalistik juga dibutuhkan bukan hanya formalitas, tetapi inti dari prinsip keberimbangan. Wartawan wajib melakukan konfirmasi:

Sebelum berita diterbitkan, untuk memastikan keakuratan data.

Saat berita menyangkut tuduhan, agar narasumber punya kesempatan memberi klarifikasi.

Setelah berita diterbitkan, jika muncul sanggahan atau bantahan dari pihak terkait.

 

Tanpa konfirmasi, wartawan bisa terjerumus dalam penyebaran hoaks atau pencemaran nama baik, yang dapat berujung pada gugatan hukum.

Oleh karena itu, menjadi jurnalis adalah sebuah panggilan, bukan sekedar pekerjaan. Ia menuntut kecermatan, keberanian, dan kejujuran. Dalam menyampaikan fakta, jurnalis tidak hanya menyuarakan realitas, tetapi juga memperjuangkan nilai-nilai demokrasi dan keadilan.

 

Kebebasan pers adalah nikmat, tapi juga amanah. Mari kita jaga bersama, agar tetap menjadi cahaya dalam kegelapan informasi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *